Hardiknas 2025: Pendidikan Nasional dalam Krisis Jiwa, Ruhiologi Hadir Sebagai Jalan Pulang

- Jumat, 02 Mei 2025, 08:45 AM
Prof.Iskandar Nazari,S.Ag.,M.Pd.,M.S.I.,M.H.,Ph.D_ Profesor Founder Ruiolgogi

DSantri.ID, Jambi – Di tengah gegap gempita peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, sebuah pertanyaan tajam menggema dari kampus UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi: "Apakah pendidikan kita hanya mencetak manusia cerdas, tapi kehilangan kemanusiaan?" Pertanyaan itu datang dari Prof. Iskandar Nazari, Guru Besar Psikologi Pendidikan dan penggagas Ruhiologi, yang hari ini semakin diperbincangkan di dunia pendidikan.“Kita telah terlalu lama sibuk mengisi kepala, tapi melupakan suara jiwa. Pendidikan kita krisis arah, karena tidak lagi menyentuh dimensi ruh,” ujar Prof. Iskandar.


Selama puluhan tahun, sistem pendidikan Indonesia berkutat pada peningkatan mutu intelektual dan keterampilan teknis. IQ dikembangkan, EQ diperkuat, SQ diperkenalkan. Namun, apa hasilnya? Korupsi oleh lulusan universitas ternama, kriminalitas remaja digital native, kecanduan gadget, depresi pelajar, hingga pembullyan di sekolah terjadi nyaris setiap hari.
Di tengah kemajuan, Indonesia justru menghadapi “paradoks pendidikan”: generasi cerdas tapi rapuh, digital tapi hampa makna. Ruhiologi hadir membongkar akar persoalan itu.
“Kita tidak bisa menyembuhkan tubuh manusia dengan membiarkan jiwanya luka. Maka pendidikan harus kembali ke ruh,” tegas Iskandar.
Ruhiologi, atau Ruhiology Quotient (RQ), adalah paradigma kecerdasan yang menempatkan ruh—dimensi terdalam dalam diri manusia—sebagai sumber dari segala potensi. Berbeda dengan spiritualitas Barat yang sering sekuler, RQ berakar pada spiritualitas Qurani. Ia adalah energi GodLight yang menghidupkan akal, emosi, dan nalar manusia agar terarah menuju nilai ilahi.


Dalam kerangka RQ, kecerdasan tidak boleh berdiri sendiri. IQ, EQ, SQ, bahkan AI harus dikawal dan disinergikan dalam satu sistem bernama pendidikan holistik—pendidikan yang menyentuh otak, hati, dan jiwa sekaligus.
“Tanpa ruh, kecerdasan hanya alat yang bisa disalahgunakan. Dengan ruh, kecerdasan jadi amanah,” jelasnya.
Konsep ini bukan sekadar teori, namun menjadi praktik nyata Di Lembaga Pendidikan Islam Modern Diniyyah Al Azhar Jambi, Ruhiologi telah menjadi ruh sistem pendidikan. Selama hampir 50 tahun, lembaga ini menyemai pendidikan berbasis adab, ilmu, dan ibadah dalam satu kesatuan ekosistem.
Setiap hari dimulai dengan dzikir pagi, tafakur sebelum pelajaran, mentoring ruhani, dan literasi Qurani. Setiap mata pelajaran mengandung refleksi makna hidup. Guru bukan hanya mengajar, tapi juga memfasilitasi penyucian jiwa.
“Kami tidak hanya mencetak siswa pintar, tapi juga anak-anak yang tahu kenapa mereka hidup, dan untuk siapa mereka berbuat,” tutur Prof. Iskandar yang juga menjabat sebagai manajer mutu di lembaga tersebut.


Hardiknas 2025 menjadi momen penting untuk berefleksi: Apakah pendidikan nasional siap menyambut abad ke-21 hanya dengan kurikulum digital, tanpa pembinaan jiwa? Apakah kecerdasan buatan (AI) akan mendominasi, sementara kesadaran ruhani ditinggalkan?
Ruhiologi menjawab keresahan ini dengan pendekatan transintegratif: menggabungkan IPTEK dan IMTAQ, logika dan rasa, ilmu dan akhlak.
“Pendidikan bukan hanya soal tahu, tapi tentang menjadi. Tujuan akhirnya adalah takwa. Dan buah dari semua kecerdasan adalah akhlak yang mulia,” pungkas Prof. Iskandar.
Sementara pemerintah gencar menyempurnakan kurikulum Merdeka, Iskandar justru menawarkan hal yang lebih radikal: restorasi ruh pendidikan. Ia menyebutkan, pendidikan tidak cukup hanya dikembangkan—ia harus dikembalikan ke fitrahnya: membentuk manusia yang sadar jiwanya, peka lingkungannya, dan terhubung dengan Tuhannya.

Di tengah peringatan Hari Pendidikan Nasional yang kian ritualistik, gagasan Prof. Iskandar tentang pendidikan holistik berbasis Ruhiologi adalah napas segar. Ia mengingatkan bahwa akar masalah kita bukan hanya pada kurikulum, tapi pada arah tujuan pendidikan itu sendiri.
Bila pendidikan hanya mencerdaskan otak, maka dunia akan dipenuhi orang pintar yang lupa jadi manusia. Tapi jika pendidikan menyentuh jiwa, maka kemajuan akan membawa kemuliaan. (Prof.Iskandar Nazari,S.Ag.,M.Pd.,M.S.I.,M.H.,Ph.D_ Profesor Founder Ruiolgogi)


Tags

Artikel Terkait

X